Cinta itu hanya omong kosong.
Cinta itu cuma bualan orang iseng.
Saya pernah berfikir jatuh cinta. Indah. Duduk berdua
bersama kamu sudah memberi kebahagiaan tersendiri untuk saya. Namun, saya rasa
bukan itu jatuh cinta. Bukan tentang kebahagiaan. Tapi tentang lara yang berujung bahagia.
Ya, lara yang berujung bahagia.
Sudah berapa lama saya berjuang dari sepanjang lara hanya
demi merasakan setitik bahagia? Sudah sangat lama. Tapi bahagia itu tak kunjung
hadir. Cinta itu tak datang.
Saya pernah berfikir mungkin saya belum cukup umur untuk
merasakan cinta. Belum cukup siap untuk merasakan pahitnya. Dan belum cukup
setia untuk merasakan indahnya. Tapi bukankah cinta tak mengenal itu semua?
Lupakan. Saya menunggu untuk menjadi dewasa.
Namun orang dewasa pun sepertinya tak pernah ada yang
benar-benar merasakan cinta.
Selasa malam, sehabis Maghrib, saya mendengar suara pintu
yang ditutup dengan sangat keras. Bunyi benturan antara kayu dengan dinding. Bunyi
koper yang dilempar. Bunyi lemari pakaian yang dibuka paksa. Saya mendengar
tangisan. Jeritan suara ibu. Menyakitkan. Klimaks; orang tua saya akan berpisah.
Bukankah mereka orang dewasa? Bukankah mereka saling
mencinta? Bukankah begitu? Namun sebegitu mudahkah bagi mereka untuk menyatakan
berpisah? Sebegitu simple untuk mengakhiri kisah yang sudah sejak lama sekali
dibina? Sebegitu rela mengorbankan perasaan anaknya?
Egois.
Kemana cinta itu? Tidak ada? Tidak datang? Tidak hadir? Kemana
sang cinta itu, lari dari kenyataan pahit? Pengecut!
Cinta cuma datang disaat indah. Tapi ia tak pernah hadir
disaat gundah.
Mahluk macam apa itu? Sadis.
Saya pernah berfikir bahwa Tuhan sedang menguji saya. Semakin
saya merasa sakit, semakin besar pula hadiah Tuhan. Semakin besar kebahagiaan
yang akan saya dapatkan nantinya. Tapi bukankah itu hanya pepatah?
Lagi-lagi, hanya omong kosong.
Saya pernah berfikir untuk menemukan cinta saya yang baru. Saya
mencoba membuka sebelah mata saya. Melihat begitu bentangnya dunia. Begitu luasnya
samudera. Beribu macam cinta yang bisa menyentuh hati saya. Namun saya gagal.
Lagi, kemana sang cinta itu? Tidak muncul? Absen lagi?
Hanya nama kamu yang lagi-lagi hadir dalam benak saya. Hanya
nama kamu yang lagi-lagi datang dalam asa.
Apakah kamu orangnya? Apakah kamu mahluk yang disebut cinta
itu? Apa kamu sesadis itu? Apakah benar kamu? Tapi, kalau kamu memang benar
seorang cinta, mengapa kamu tak pernah datang kepada saya? Untuk menjamah hati
saya. Kamu hanya terus menerus menjajah yang berujung derita.
Kamu sialan! Cinta sialan! Cinta cuma bualan! Kamu cuma
omong kosong!
Jadi, apa itu cinta?
Tidak tahu.
No comments:
Post a Comment