2011.
Hujan pertama di bulan Desember. Aku menepi ke sisi
lapangan, menyadari semakin derasnya guyuran hujan. Rok seragamku sudah basah,
namun biarlah.
Sret.
Aku terpeleset, mungkin karena ubin koridor sekolahku yang
sengaja di desain licin sekali. Ah ini memalukan, terpeleset di..
“Jangan hujan-hujanan disitu,”
Tunggu!
Tunggu!
Ada yang menarik tanganku dari belakang. Basah, lembab, dan,
licin. Kini punggungku sudah menempel pada dinding ruang kelas. Kepalaku menunduk,
mataku menatap sepatu kets hitam dengan beberapa garis putih dan tali sepatu
yang juga putih. Ku rasa, aku tak mengenali sepatu ini. Ku rasa, sepatu ini tak
membungkus kakiku. Dan ku rasa, ini memang bukan sepatuku.
Aku mengangkat kepalaku, dan, oh sial! Terbentur jendela!
“Kamu kenapa?” tanyanya.
“Kamu siapa?” jawabku sambil bertanya.
“Reno, Sebelas IPS 2, kelasku di ujung sana.”
Aku mengikuti arah jari telunjuknya, kemudian beralih
menatap matanya. Hitam. Indah. Meneduhkan. Reno, ya, namanya Reno.
*
14 Februari 2012.
“Aku menyukaimu Sa,”
“Aku juga.”
Lama. Hening. Sebenarnya, aku sedang menantinya. Menanti dia
agar segera ‘menanyakan’nya. Bukan hanya ‘menyatakan’.
“Sa, kenapa kamu suka aku?”
Oh bodoh! Aku memang berharap dia menanyakan, tapi, bukan pertanyaan
ini yang aku mau!
“Karena kamu seperti udang. Bodoh, ga punya otak, tapi
banyak yang suka, termasuk aku.”
*
“Sa, mau tidak jadi pacarku?”
Akhirnya dia menanyakannya. Sederet kalimat yang sudah lama
kunantikan. Tapi..
“Tidak Ren, maaf.”
Oh apa yang baru saja aku katakan? Menolaknya? Oh ayolah Sa!
“Tapi kenapa? Bukannya aku seperti udang dan bukannya kamu
suka aku?”
“Bukan. Bukan karena itu semua. Tapi karena aku sudah punya
pacar,”
Reno melongo. Tak percaya. Mimik wajahnya miris. Ironis.
Mungkin dia tersayat.
Hatinya tercabik-cabik.
misi ke 99: completed!
No comments:
Post a Comment