Bab Empat
RIO POV
Gue rasa ada yang aneh dari Ify.
Akhir-akhir ini dia sering ngasih gue teka-teki, dan gue nggak pernah bisa
jawab. Gue nggak pernah punya jawaban yang pas untuk mengeksekusi teka-tekinya.
Entah dia dapat dari mana teka-teki semacam itu. Semenjak gue sering
menghabiskan waktu belajar gue buat textingan
sama Ify, gue jadi ngerasa dia berbeda dari awal sebelum gue kenal dia sampai
cukup akrab seperti sekarang. Entah ya kenapa, gue ngerasa aja begitu.
Gue kenal
cukup akrab sama Ify, semenjak gue punya secret
admirer. Pengagum rahasia. Keren kan? Dulu gue nggak begitu kenal dekat
sama tuh cewek. Semuanya berawal dari Diklat OSIS. Dan dilanjutkan dengan
hari-hari setelah kegiatan itu. Hari-hari bikin mading bareng anak-anak OSIS
tepatnya. Seperti sekarang ini, seperti hari ini.
Gue masih
mendengar anak-anak berbincang-bincang diluar. Gue gerah sedari tadi jadi pusat
perhatian anak-anak. Si Shilla itu, gombal mulu. Dan tepatnya, gombalin gue.
Anak-anak bukannya malah belain gue eh ikutan ngerjain gue pula? Sial! Risih
sumpah. Ini sebenarnya kerja bikin mading atau ajang penjodohan?
“Yo Rio,
sini deh dengerin Shilla gombalin lo, direspon kek,”
Apalagi
ini? Gue gerah diluar. Benar-benar nggak peduli apa saja yang sedang mereka
bahas diluar. Gue cukup sadar dan cukup mendengar mereka membawa-bawa nama gue.
Tapi, ya terus kenapa?
“Yo tadi
gue mampir ke X-3, nyari elo tapi nggak ada, kemana?”
“Ke hatimu
lah Shill,”
Gue
menjawab dengan gombalan basi pula. Lagian siapa sih yang mulai main
gombal-gombalan duluan? Biar si Shilla ikutan gerah juga karena kata-kata
gombal basi yang sekarang banyak digunakan oleh remaja tidak kreatif itu.
“Shill
absensi rapat kemaren jadi ilang beneran?” tanya gue serius.
Gue menoleh
ke samping, tepat ke arah Shilla, dan, entah kenapa, gue canggung sekali dengan
tatapan gue. Gue buru-buru mengedarkan pandangan ke sekeliling. Namun yang gue
tangkap malah Sivia sama Ify, 2 cewek super gila dan super iseng yang niat
banget ngerjain gue! Gue menoleh ke samping. Lagi, Shilla masih menatap gue.
Gue kenapa? Gerah karena terus-terusan ditatap seperti itu?
“Iya Yo,
nggak ada di map gue,”
“Ketinggalan
di kelas mungkin? Atau di rumah mungkin? Masa’ nggak ada? Siapa yang nyuri
coba,”
Gue
memperhatikan raut wajah Shilla. Benar-benar most wanted girl. Putih, cantik,
anggun, menawan, dan benar-benar mempesona. Cowok mana sih yang bakalan nolak
kalau dihadirkan mahluk indah seperti si Shilla ini? Hm, mungkin gue. Gue yang
bakal nolak. Eh itu pun juga kalau Shilla-nya mau sama gue.
Tunggu,
kenapa gue mendadak kagum sama gombalan-gombalan dia yang sukses membuat gue
gerah barusan? Harusnya gue gerah, bukan kagum. Bedakan, gerah dan kagum. Kedua
hal yang saling bertolak belakang.
“Ya maling
lah Yo,”
Shilla
menjawab dengan candaan. Senyumnya, astaga, cantik sekali!
Beberapa
detik berlalu, gue seakan terbius. Bahkan gue nggak bisa membalas ucapan Shilla
barusan. Namun tiba-tiba, ada keinginan lagi yang muncul di otak gue.
“Iya gue
maling hatimu Shill,”
Shilla
menahan tawanya. Gue yakin pipinya pasti sudah memerah dari tadi. Seperti udang
rebus! Lucu sekali, apalagi matanya yang seperti mata kucing. Serta bulu
matanya yang lentik. Bahkan seluruh bagian di wajahnya yang mulus, putih,
bersih dan sepertinya sudah terstruktur untuk menjadi seorang perfeksionis.
Cewek di depan gue ini berhasil menciptakan beberapa getaran gempa di dalam
bagian tubuh gue, hati.
*
Rioooooo! :p
Gue membaca
pesan singkat dengan pengirim tanpa nama. Siapa? Biasanya yang sering SMS gue
dengan gaya sapaan seperti itu ya Ify. Tapi gue yakin ini bukan Ify. Tapi
tunggu, apa mungkin Ify ganti nomor? Atau pinjam nomor adiknya, mamanya,
papanya, kakaknya, atau siapa saja lah. Tapi masa’ iya Ify? Ini masih pukul
18.48 belum waktunya textingan sama Ify. Gue tau banget Ify selalu SMS gue
diatas jam 9 malam. Tapi kalau ini bukan Ify, lalu siapa?
Sudah,
nggak perlu gue respon. Paling-paling hanya orang iseng. Gue memang jarang
merespon SMS yang tanpa menyertakan namanya terlebih dahulu. Buat apa? Kalau
SMS itu memang benar penting, nomor itu pasti akan SMS lagi atau bahkan langsung
menelepon gue. Tapi tidak pada nomor ini. Gue sudah membiarkan SMS ini sejak 2
jam yang lalu. Sama sekali tidak menggubrisnya. Dan tidak ada tanda-tanda kalau
SMS ini memang penting. Orang iseng, biarkan saja lah.
Jam 10
malam. Ify tumben sekali belum SMS gue? Dan, gue masih penasaran siapa orang
dibalik nomor yang nggak gue kenali tadi. Gue menutup buku tulis full rumus
tentang persamaan integral yang benar-benar membuat kepala pusing serta mual
ingin muntah! Malam ini monoton. Bahkan nggak ada lagi SMS yang masuk ke nomor
gue setelah pesan singkat tanpa nama tadi. Menunggu adalah hal yang paling gue
benci. Termasuk menunggu SMS seseorang, entah dari siapa itu.
Siapa?
Gue
akhirnya membalas SMS dengan nomor tanpa nama tadi. Terkirim!
Gue
buru-buru meraih ponsel yang tergeletak disamping gue setelah merasakan
beberapa getaran kecil. Dan gue yakin, orang itu–entah siapa–membalas SMS gue.
Benar saja!
Dan gue sangat terbelalak saat mengetahui sender SMS itu.
Aku shilla yo, X-1, yang tadi kita
main gombal-gombalan :p
Entah
kupu-kupu dari mana yang tengah menggelitik perut gue sekarang. Entah mengapa
gue bisa segirang ini. Bayangkan saja, mendapat SMS dari the most wanted girl
yang walaupun isinya hanya sekedar sapaan. Tapi gue yakin kalau gue satu-satunya
cowok yang beruntung malam ini. Cewek seperfek Shilla pasti punya banyak
pengagum diluar sana. Dan belum tentu semuanya kebagian mendapat jatah
SMS–sekedar menyapa–dari Shilla. Satu lagi, gue beruntung karena bukan termasuk
bagian dari mereka yang tidak beruntung. Karena faktanya, malam ini dewi
fortuna sedang berpihak ke gue!
Gue
tersenyum sendiri membaca ulang percakapan gue sama Shilla lewat teks itu.
Bahkan gue terus-terusan memandangi layar ponsel dengan harap-harap cemas
kalau-kalau SMS gue nggak dibalas. Gue bahkan bisa saja kegirangan saat ponsel
gue bergetar, dan tertulis tulisan dengan bahasa asing disana, 1 messege
received from: Shilla X-1
Pukul 01.54
Gue
terbangun dari tidur. Gue baru saja sadar kalau gue tertidur. Atau mungkin gue
tertidur saat sedang asiknya textingan dengan Shilla? Tapi, apakah itu bukan
cuma mimpi gue? Apa itu semua bukan imajinasi gue sewaktu gue tertidur barusan?
Dan disaat gue bangun gue sama sekali nggak mendapati hal itu. Tragis.
Gue
buru-buru meraih ponsel, dengan segala resiko kecewa ataupun senang yang akan
menghampiri gue setelah ini, gue memberanikan diri membuka menu pesan. Gue
sempat menahan nafas sejenak, berharap hal-hal yang sudah memenuhi otak gue
semalaman ini bukan hanya mimpi belaka.
Ada nama itu disana, ada nomor
itu.
Gue menghela nafas lega dan
benar-benar lega terlebih lagi karena semalam gue benar-benar textingan sama Shilla!
Entah mengapa gue bisa segirang ini. Gue sempat kecewa sewaktu melihat pesan
terakhir dari gue pukul 23.46 dan selanjutnya tidak ada balasan lagi dari Shilla,
sial! Mungkin cewek itu sudah tertidur. Sama seperti gue yang juga tak sengaja
tertidur. Bahkan dalam hal tertidur saja kami bisa kompak, apakah ini
tanda-tanda?
*
IFY POV
“Fy!”
Gue menoleh
ke belakang, mendapati sosok itu sedang berlari ke arah gue. Sementara gue
masih mengatur jantung gue yang semakin jedag jedug tak karuan, Rio malah
menepuk bahu gue dan menciptakan jedugan aneh yang lebih hebat dari sebelumnya.
“Gue tau!
Gue tau siapa pengagum rahasia gue itu, yang lo sama Sivia rahasiain dari gue,”
Seketika
itu pikiran gue kosong. Entah, rasanya seperti baru saja mendapat pukulan hebat
yang menyebabkan seluruh file dalam otak gue lenyap begitu saja. Gue mencoba
mengatur nafas kembali agar Rio tak curiga kalau sedari tadi gue hampir
berhenti bernafas karena pernyataannya barusan.
“Tau dari
mana lo? Jangan sok tau,”
“Ya emang
sih gue sok tau, tapi gue serius Fy. Lo bilang dia anak X-1 kan? Shilla!”
Shilla?
Kaki gue
seketika tak bertulang sewaktu Rio menyebutkan nama itu, nama wanita cantik
itu. Bibir gue seketika tak memiliki tenaga sedikitpun untuk sekedar
mengeluarkan beberapa kata yang masih tersimpan. Wajah Rio girang sekali,
sangat girang bahkan. Gue memang nggak pernah menduga Rio akan segirang ini
saat dia tau siapa pengagum rahasianya itu. Tentu saja, Rio memang tak akan
segirang ini kalau pengagum rahasianya itu bukan Shilla, the most wanted girl.
Tapi raut wajah kegirangan yang saat ini ada di hadapan gue adalah benar-benar
milik Rio.
“Fy! Kalo
dari awal lo bilang yang jadi pengagum rahasia gue itu si Shilla, gue nggak
akan nunggu dia deketin gue, bahkan gue yang akan maju duluan!”
Klimaks
sudah. Rio sudah mengetahui siapa pengagum rahasianya. Bukan gue, tapi Shilla.
Setidaknya, itu yang Rio tau.
Sedangkan
gue? Apa yang akan gue lakukan setelah ini? Tidak tau. Mungkin menghibur diri
dengan cara makan bareng Sivia dan Gabriel, menumpahkan semua cerita diluar
rencana yang telah terjadi hari ini, dan membiarkan kesenangan Rio berlarut
tanpa harus gue berkata jujur bahwa Shilla hanya sosok yang kebetulan hadir
pada waktu yang tepat sehingga Rio berkesimpulan cewek itu lah yang
mengaguminya selama ini. Well, apakah gue akan diam saja? Tentu saja iya.
*
Pukul
sepuluh malam. Tak ada textingan dengan Rio. Seharusnya gue sudah bisa menebak
hal ini akan terjadi. Namun gue juga nggak akan menyalahkan Shilla karena
tiba-tiba hadir begitu saja ditengah-tengah Rio dan gue, meskipun kami pun
tidak lebih dari teman. Gue yakin Shilla juga tak tau menahu mengenai hal ini. Jadi
yang pantas disalahkan atas semua hal ini adalah gue. Ya, gue.
Drrt..drrt..
Ponsel gue
bergetar. Dengan gerakan reflek gue menyaut benda hitam itu dan buru-buru
mengecek tulisan yang terpampang di layarnya. Rio?
Ah bukan,
ternyata Gabriel. Bodohnya gue, seharusnya gue sadar betul bahwa tak ada alasan
bagi Rio untuk mengirim pesan ke gue malam ini. Kalau kemarin-kemarin Rio
mengirim pesan di jam-jam seperti ini, malam ini gue harus menutup rapat
harapan bodoh itu. Ayolah, kemarin-kemarin Rio belum textingan dengan Shilla,
Fy! Malem ini sudah ada Shilla! Sadar Fy sadar!
Nduuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuut
Masih saja.
Hanya ada dua orang di sekolah yang memanggil gue dengan sebutan ‘ndut’ ya
siapa lagi kalau bukan Gabriel dan Sivia? Gue heran, badan gue yang nggak
berisi sama sekali bahkan jauh dari kata ideal ini mereka sebut gendut?
Gue gak gendut yel-,-
Sedetik
kemudian ponsel gue kembali bergetar. Ah Gabriel cepat sekali membalas pesan
gue?
Ndut besok berangkat rada pagi yaa
biasa hari senen~
Sivia. Gue
tersenyum. Semenjak kejadian ‘bendera Jepang’ waktu itu, Sivia selalu jemput
gue ke sekolah. Bahkan nganterin gue pulang juga. Istilahnya, semenjak masuk
SMA ini gue jadi punya ‘sopir’ pribadi yang antar-jemput tiap hari, hihi.
Sebenarnya, saking strategisnya lokasi rumah gue, siapapun bisa saja gue minta
tolong buat nebeng ke sekolah heheh. Tapi Sivia sendiri yang selalu dengan
ikhlas jemput gue tiap pagi. Dia malah seneng, ada temen berangkat ke
sekolah–katanya.
Sudah
tugasnya Sivia setiap Senin pagi berangkat lebih awal karena harus membantu Pak
Bon sekolahan menyiapkan keperluan upacara. Sudah tugasnya Sie WKN–Wawasan
Kebangsaan–untuk menyiapkan keperluan sebelum upacara dimulai. Jadi gue bersama
anak OSIS lain yang kebetulan sudah hadir di sekolah pada jam sepagi itu, ikut
bantuin anak Sie KWN menyiapkan alat-alat upacara.
Itu gue doain lo. Lo pengen gendut
kan?-_-
Setelah
membalas pesan Sivia, giliran Gabriel membalas lagi.
Tapi doa lo gak terkabul sampe
sekarang yel. Gue gak gendut-gendut:( ngapain lo sms gue heh?
Sivia sudah tidak lagi membalas
pesan gue dan kini tinggal kontak Gabriel yang sedari tadi menampakkan dirinya
di layar ponsel gue.
Gue heran, teori mana yak ndut kalo
orang yang tiap hari makannya diluar batas kendali tapi badannya ceking aja ga
ngembang2?
Gue melotot
membaca pesan Gabriel. Dia ngatain gue ceking? Enak aja! Nggak konsisten. Tadi
bilang gendut sekarang gue dibilang ceking? Memangnya ada gitu orang gendut
tapi badannya ceking? Atau orang yang badannya ceking tapi gendut? Hah,
lupakan.
Teori?gapake teori langsung praktek.
Gue nih contoh realnya.
Kalau kalian-kalian heran kenapa
orang ceking kayak gue makannya bisa bejibun banget banyaknya tapi nggak juga
gendut, bukan kalian aja yang heran. Gue juga. Asli, gue suka makan. Sukaaaaa
banget. Melebihi Sivia–yang emang susah makan–dan Gabriel–seorang cowok yang
kudunya makannya lebih banyak dari gue.
Wahaha, cepatlah gendut wahai
ceking. Btw gimana kabar si rio~
Mampus!
Kenapa
Gabriel nanya Rio disaat gue lagi sama sekali gak pengen bahas dia sih? Tadi
gue berharap kalau Rio akan SMS gue tapi ternyata malah nama Gabriel yang
muncul di layar ponsel. Sekarang ditengah gue lagi textingan dengan Gabriel
malah dia nanya kabar Rio. Bukankah Rio memang baik-baik saja? Bukankah Gabriel
tau persis bahwa Rio tidak sedang kenapa-napa sehingga tak ada hal yang perlu
ditanyakan kepada gue terlebih dahulu? Kalau pun Rio sedang ada apa-apa,
memangnya gue tau apa? Gue tau apa sampai-sampai Gabriel tanya ke gue?
Memangnya gue orang yang tepat untuk ditanya hal tentang kabar Rio? Hah!
Woy ndut! Ditanya kabar rio malah
diem. Kagak bisa jawab apa emang kagak tau kabarnya soalnya orangnya lagi smsan
sama org lain?
Skakmat!
Dasar
Gabrieeeeeeeeeeeeeeeeeel!
*
AUTHOR POV
Ify memasuki kelasnya dengan
sedikit ogah-ogahan. Ia menjatuhkan tubuhnya di kursi sebelah kiri pada
bangkunya lalu matanya menerawang ke depan, ke arah papan tulis putih. Sedetik
kemudian orang yang menduduki kursi sebelah kanan Ify menepuk bahu Ify dan
sukses menyadarkannya dari lamunan–yang sebenarnya tidak bisa disebut lamunan
juga sih.
“Eh iya Yo apa,
apa? Iya, mana?” cerocos Ify gelagapan sendiri.
“Buset dah
lo ngelamun apaan Fy?”
Ify
menghela nafas. Bersyukur teman sebangkunya ini tidak begitu memperhatikan
cerocosnya baru saja.
“Eh, gak.
Lo ngapain disini?” tanya Ify seketika.
“Ngapain?
Ya sekolah lah Fy,”
“Eh ya iya
sih, maksud gue ngapain duduk disini?” tanya Ify lagi.
“Fy..tempat
duduk gue emang disini,”
“Hah? Eh
Cha, loh kok tumben udah dateng?”
“Buset dah
Ify lo lagi sedeng? Dari tadi lo ngomong ama siapa cobaaaa,” teriak Acha.
“Eh iya iya
hehe maap. Habis lo kesambet setan apa dateng sepagi ini?” balas Ify sambil
nyengir.
“Heheh, gue
tau kalo Senen lo nemenin Sivia dateng pagi jadi gue mau ngintip pr lo dikit,”
jawab Acha sambil membalas cengiran Ify balik.
“Ngintip?
Mana ada ngintip pr dikit? Yang ada lo belom ngerjain dan lo nyalin pr gue, dan
itu nggak dikit,” respon Ify.
“Halaaa Fy
kan bahasa sopannya ngintip dikit gitu, gue gini-gini masih menjunjung tinggi
kesopanan loh,” seru Acha lagi-lagi sambil nyengir.
“Nih, gue
kan baik,” balas Ify sambil menggeser buku tulis kimianya ke sebelah kanan.
“Terimakasih
Ify cantiiiiiiik yang banyak makan tapi badannya nggak gendut-gendut alias
ceking mulu!” jawab Acha dan sukses membuahkan wajah bete di raut muka Ify.
No comments:
Post a Comment