Tuesday, September 25, 2012

Mimpi Buruk

Kamu tak akan pernah bisa ku gapai, ku raih, lalu ku miliki seutuhnya. Rasanya mencemaskan dirimu itu bukanlah sesuatu hal yang asing bagiku. Merindukanmu itu bagaikan udara yang setiap saat berhembus. Terkadang udara memang tak pernah bisa kita rasakan. Namun tak jarang juga udara menjelma menjadi angin. Awalnya lembut, menggelikan, namun angin bisa menjadi ganas dan berbahaya yang sanggup menghancurkan serta merusak sekitarnya. Ya, menggambarkan dan mengimajinasikan sesuatu yang berhubungan tentangmu itu memang serumit itu.

Perkenalan sederhana, hanya ada tatapan bola mata kita yang saling bertemu, kemudian seakan-akan menyatu dan saling terjadi gaya tarik menarik. Aku merasa waktu sejenak berhenti dan dunia menjadi hitam putih. Hanya siluetmu yang nampak berseri, berwarna indah yang menyolok penglihatanku. Kamu, mengagumkan sekali.

Aku dan kamu lagi-lagi berada di tempat yang sama dan lagi-lagi karena faktor keberuntungan. Aku pernah dengar suatu ungkapan, bukankah kalau kita sering berada pada keadaan dimana keberuntungan itu mempertemukan dua sisi yang berbeda, maka keberuntungan lah yang bertugas untuk menyatukan mereka? Kalau aku dan kamu adalah tokohnya, bukankah saat ini kita sedang dalam proses dipersatukan? Bukankah begitu?

Aku anggap saja iya karena kau juga tak segera menjawab pertanyaanku. Saat aku ingin memperjelas hubungan, kamu malah beranjak dan mengasingkan diri dariku. Menghindar dan selalu mengalihkan pandangan setiap kali bola mata kita bertemu. Hal-hal seperti itu, tak pernah kita lakukan sebelumnya. Aku beranikan diri menyebut “kita” karena aku harap antara aku dan kamu bisa benar-benar menjadi “kita”.

Namun semuanya berbalik arah. Sepertinya kamu ingin menyirnakan sosokku dari hidupmu. Seperti kamu ingin membinasakan bayangku. Tapi mengapa? Apakah yang telah terjadi selama ini hanyalah sesuatu hal wajar dan biasa untukmu yang selalu ku anggap luar biasa? Bisa kah kau jelaskan padaku sehingga aku tak perlu berpikiran buruk tentangmu? Klimaks; kamu menjauh.

Pikiranku semakin berkecamuk dengan hal-hal negatif yang terus-terusan mengitari otakku. Hilangnya kabar darimu dan semakin membentangnya jarak antara aku dan kamu. Kamu kemana? Mengapa menghindar? Mengapa menjauh? Kamu selingkuh? Hal-hal sepele seperti inilah yang membuatku hampir gemetaran hebat karena takut kehilangan sosokmu.

Aku ingin menggapaimu, meraihmu, memelukmu, mendekapmu, memilikimu seutuhnya.

Namun seperti sengatan arus listrik yang menjalar ke seluruh tubuhku, ketika kata-kata itu yang keluar dari bibir indahmu dan tak pernah terduga sebelumnya. Aku tak akan pernah bisa meraihmu, menggenggam tanganmu, memiliki sosokmu, menggapai hatimu seutuhnya. Tak akan pernah bisa. Kata-kata itu terus berngiang dalam benak dan asaku. Menenggelamkan sejumlah angan yang sempat tersimpan. Menewaskan sejumlah harapan yang selalu bertahan. Menghancurkan segala kecemasan dan kerinduan.

Tanpa aku atau pun kamu inginkan, hal ini terjadi begitu saja layaknya sebuah cerita fiksi dalam novel. Aku hampir meledak saat kamu ungkapkan itu. Matamu merah, tubuhmu gemetar, jemarimu lemah tergulai, kepalamu menunduk. Aku masih menantimu mengungkapkan kata-kata itu.

Namun akhirnya hatiku benar-benar meledak-ledak hebat tak karuan saat kau bilang, “Kita tak akan pernah bisa bersatu. Karena sesungguhnya, aku bukan hanya sekedar kakak kelasmu. Tapi aku abangmu, kakak kandungmu. Maaf jika belakangan ini aku menghindar darimu. Aku hanya tak siap untuk tidak mencintaimu lagi. Jangan tanya mengapa dan jangan salahkan aku. Kalau saja orang tua kita tidak pernah memisahkan kita, mungkin aku tak akan mungkin terlanjur jatuh cinta pada adik kandungku sendiri,”

Seketika itu tubuhku lemas. Kaki ku kaku, bibirku bungkam. Mataku panas. Hancur. Ini adalah mimpi yang paling buruk diantara semua mimpi buruk yang pernah ku alami. Segenap rasa yang ada disini, di dada ku, di hatiku, hancur. Remuk. Semuanya telah hancur berkeping-keping.

No comments:

Post a Comment