want to know the previous story?
12 Desember 2009,
Kapal Layar "El Vadeo" tenggelam di Perairan Selat Sunda, pukul 04.00
dini hari. Belum ada informasi lebih lanjut mengenai korban selamat.
*
“Ayah bundaku pasti
selamat Din,”
Kata-kata itu bagaikan bunyi meriam perang yang terus saja
mengguncang pikiranku. Sudah empat hari ini aku tidak melihat batang hidung
Ares muncul di hadapanku. Setelah mengucapkan kata-kata itu beberapa hari yang
lalu, ponselnya seperti tewas. Nomornya seperti lenyap dan sama sekali tak bisa
dihubungi. Rumahnya yang megah seperti istana itu sepi sunyi. Sama sekali tak
ada tanda-tanda Ares sedang melakukan aktifitas hidup disana.
Beberapa jam yang lalu, aku mendengar kembali suara Ares.
Masih dengan mengucapkan kata-kata yang sama, kemudian terdengar bunyi “klik”
dan akhirnya telepon itu terputus. Aku kembali kehilangan jejaknya.
Kabar mengenai korban selamat dari tragedi naas itu sendiri
masih simpang siur. Aku turut prihatin, nelangsa sekali. Hingga akhirnya, satu
pesan singkat masuk ke ponselku dengan nomor yang tidak dikenal.
Besok mau temani aku menjemput ayah bundaku? Aku yakin mereka pasti
selamat Din, kutunggu jam 10 pagi di pelabuhan –Ares
Aku menghela nafas. Lega.
*
Tepat pukul 12 siang. Aku sedikit ingkar janji dengan Ares.
Seharusnya aku sudah berada di tempat ini sejak 2 jam yang lalu. Aku mengelap
peluh yang telah bercucuran di leher dan wajahku sedari tadi. Aku tergesa-gesa
diantara kerumunan banyak orang yang juga sama sepertiku. Layu, resah, lelah,
letih. Namun seakan seperti sebuah pantulan sinar yang menyilaukan mataku. Di
tepi pelabuhan sana, kulihat wajah seseorang yang sudah berhari-hari ini tidak
kutemui. Wajah Ares nampak bersinar di tengah kerumunan banyak orang. Ia sedang
asik berbincang dengan seorang laki-laki dan perempuan paruh baya.
“Ares!”
Aku mengumpulkan tenagaku kembali dan berhasil meneriakkan
nama Ares dengan lantang. Ia mencari-cari sumber suaraku. Sedangkan aku sendiri
tengah melambai-lambaikan tanganku untuk sekedar memberinya isyarat seakan berkata, Res, aku disini!
Wajah Ares semakin cemerlang setelah akhirnya ia berhasil
menemukanku di tengah padatnya aktifitas pelabuhan siang ini. Aku dapat melihat
meski dari jauh senyum yang mengembang di wajah Ares. Matanya berbinar, seperti
menemukan kebahagiaan. Dan dua orang paruh baya yang sedang bersama Ares itu
ikut menatapku dengan tatapan yang berseri-seri. Aku berlari kecil menghampiri
mereka.
“Maaf telat Res, ada sedikit problem sama mama papa tadi,
biasa lah,”
“Kupikir kamu tidak jadi datang Din,”
Ares tersenyum. Pandanganku teralihkan kepada seorang
bapak dan ibu yang sedari tadi sedang asik berbincang dengan Ares. Mereka seumuran
dengan papa dan mamaku.
“Res, jadi ini ayah bundamu? Syukurlah mereka selamat Res,”
Aku mengemban senyum kebahagiaan yang benar-benar tidak bisa
ku tahan lagi. Aku sesegera menjabat telapak tangan kedua orang di hadapanku
ini, lalu beralih menatap Ares, masih juga dengan senyumnya yang sulit
dijelaskan.
*
to be continued Arestya (end)
No comments:
Post a Comment