Kamu tak akan pernah bisa ku gapai, ku raih, lalu ku miliki
seutuhnya. Rasanya mencemaskan dirimu itu bukanlah sesuatu hal yang asing
bagiku. Merindukanmu itu bagaikan udara yang setiap saat berhembus. Terkadang udara
memang tak pernah bisa kita rasakan. Namun tak jarang juga udara menjelma
menjadi angin. Awalnya lembut, menggelikan, namun angin bisa menjadi ganas dan
berbahaya yang sanggup menghancurkan serta merusak sekitarnya. Ya,
menggambarkan dan mengimajinasikan sesuatu yang berhubungan tentangmu itu
memang serumit itu.
Perkenalan sederhana, hanya ada tatapan bola mata kita yang
saling bertemu, kemudian seakan-akan menyatu dan saling terjadi gaya tarik
menarik. Aku merasa waktu sejenak berhenti dan dunia menjadi hitam putih. Hanya
siluetmu yang nampak berseri, berwarna indah yang menyolok penglihatanku. Kamu,
mengagumkan sekali.
Aku dan kamu lagi-lagi berada di tempat yang sama dan
lagi-lagi karena faktor keberuntungan. Aku pernah dengar suatu ungkapan,
bukankah kalau kita sering berada pada keadaan dimana keberuntungan itu
mempertemukan dua sisi yang berbeda, maka keberuntungan lah yang bertugas untuk
menyatukan mereka? Kalau aku dan kamu adalah tokohnya, bukankah saat ini kita sedang
dalam proses dipersatukan? Bukankah begitu?