Lagi! Ia meminta maaf lagi? Oh ayolah Fan, aku bahkan tidak pernah tidak memaafkanmu. Dan aku bahkan selalu memaafkanmu sebelum kau meminta maaf duluan. Dan satu lagi, aku bahkan tidak pernah menganggapmu salah sehingga harus meminta maaf kepadaku. Bodoh ya aku?
Ucapan maaf Alfan malah membuat tangisku semakin menjadi-jadi. Sudah lah, cukup, sudah jelas Alfan tidak menunjukkan tanda-tanda kalau dia menginginkanku. Tak ada kode atau semacam isyarat lainnya kalu dia masih menyayangiku. Tak ada ucapannya yang mengarah bahwa ia memilihku. Sama sekali tidak.
So, buat apa aku masih berharap padanya? Buat apa aku masih menunggu kalimatnya keluar? Padahal sudah jelas-jelas ia tidak akan berkata-kata lagi setelah ini. Karena aku rasa juga memang seharusnya tidak ada yang perlu dikatakan lagi. Aku sudah mengatakannya, dan Alfan sudah mengetahui semuanya. Sudah selesai kan?
Mengapa Alfan tidak pergi dari sini saja sih?
Tunggu, aku salah! Alfan mengeluarkan lagi suaranya. Ia akan mengeluarkan sederet kalimat atau mungkin beberapa kalimat lagi. Oh apakah ini momennya? Apakah saat ini aku harus menunggunya? Apakah aku masih berharap ia akan mengatakannya? Kata-kata itu, seperti yang telah kujelaskan tadi.
Tapi, apa iya?
Tapi, apa iya?
Kalau tidak bagaimana? Harapanku? Apakah benar-benar akan lenyap setelah ini?
Aku masih menunggu Alfan menyelesaikan kalimatnya.
"Kamu tetap disini ya Liv, jangan kemana-mana sampai aku kembali. Ingat, tetap disini ya, tunggu aku,"
Aku menoleh. Alfan tersenyum kepadaku. Entah, senyum apa ini sangat sulit sekali diartikan. Ia lalu beranjak dari samping jendela mobilku, berbalik badan, menoleh ke kanan dan ke kiri, sebelum akhirnya menyeberangi jalanan.
Aku masih menatapnya. Mengikuti arahnya berjalan. Hingga pada akhirnya mataku tidak bisa menembus dinding ruko-ruko itu. Ia berbelok disana, dan aku kehilangan dia. Aku kehilang arahnya. Kemana dia? Kemana Alfan?
Ku pikir, ia mungkin sedang membeli es teh, atau sekedar mengambil mobilnya yang mungkin saja terparkir di balik ruko-ruko itu. Kemudian terlihat berjalan kembali lagi ke arahku, ke mobilku, sambil menenteng dua plastik es teh lalu kami terlihat asik meminumnya bersama. Atau bahkan mungkin ia membunyikan klakson mobilnya, dan saat ku lihat pada spion mobilku, ia sudah berada tepat di belakang mobilku. Kemudian kami beranjak bersama dari tempat ini. Ya, mungkin saja bukan?
Lagi, sebersit harapanku muncul kembali.
Tapi, sampai selarut malam ini, dia tidak pernah kembali. Sudah enam jam aku masih disini, menunggunya, seperti pesannya tadi sebelum meninggalkanku. Lalu kemana dia? Ku lihat ruko-ruko di seberang jalan sana juga sudah mulai tutup. Dan jalanan yang tadi sore masih sangat padat kini sudah semakin sepi. Hanya aku dan mobilku yang masih setia terparkir disini.
Kemana Alfan? Bagaimana dengan harapanku tadi?
Kupikir, aku akan mulai menemukan ending ceritaku. Aku bisa melanjutkan harapanku kembali. Ya, kupikir begitu.
Tapi ia tidak pernah kembali lagi. Aku tak tau, dan mungkin tidak ada yang tau.
Untuk seseorang yang entah ada dimana kau sekarang. Kau sungguh membuatku khawatir! Dimana kau sekarang? Hah?
*
*
Bila menyebut namamu, pasti masih ada rasa berdebar-debar, sedang kau sendiri diciptakan bukanlah untukku. Tapi aku tak peduli, biar kunikmati dirimu dari sisi gelapku. Biar kucumbui bayanganmu. Dan kusandarkan harapanku.
*
*
No comments:
Post a Comment