sooooo after 3 yearssss
lets back to the beach!!
Frozen Yoghurt
Thursday, September 14, 2017
Wednesday, September 17, 2014
Radioactive (4)
Bab Empat
RIO POV
Gue rasa ada yang aneh dari Ify.
Akhir-akhir ini dia sering ngasih gue teka-teki, dan gue nggak pernah bisa
jawab. Gue nggak pernah punya jawaban yang pas untuk mengeksekusi teka-tekinya.
Entah dia dapat dari mana teka-teki semacam itu. Semenjak gue sering
menghabiskan waktu belajar gue buat textingan
sama Ify, gue jadi ngerasa dia berbeda dari awal sebelum gue kenal dia sampai
cukup akrab seperti sekarang. Entah ya kenapa, gue ngerasa aja begitu.
Gue kenal
cukup akrab sama Ify, semenjak gue punya secret
admirer. Pengagum rahasia. Keren kan? Dulu gue nggak begitu kenal dekat
sama tuh cewek. Semuanya berawal dari Diklat OSIS. Dan dilanjutkan dengan
hari-hari setelah kegiatan itu. Hari-hari bikin mading bareng anak-anak OSIS
tepatnya. Seperti sekarang ini, seperti hari ini.
Gue masih
mendengar anak-anak berbincang-bincang diluar. Gue gerah sedari tadi jadi pusat
perhatian anak-anak. Si Shilla itu, gombal mulu. Dan tepatnya, gombalin gue.
Anak-anak bukannya malah belain gue eh ikutan ngerjain gue pula? Sial! Risih
sumpah. Ini sebenarnya kerja bikin mading atau ajang penjodohan?
Friday, July 18, 2014
Radioactive (3)
Bab Tiga
IFY POV
Gue lagi bersama anak-anak OSIS
kelas 10. Sama Sivia juga pastinya. Dan, sama Rio juga tentunya. Kami sedang
bikin mading untuk lomba. Ya, lomba ini memang event tahunan di kota kami. Dan
sekolah kami pun setiap tahunnya tak pernah absen untuk mengikuti lomba ini.
Yang paling bikin gue semangat 45 buat ngerjain mading ini adalah, karena ada
Rio juga disana. Entah ya, orang yang kita kagumi itu selalu berpotensi
menambah semangat kita kalau lagi ada di dekatnya. Entah teori dari mana itu,
tapi gue acungi jempol memang benar.
“Fy, tuh si Rio,”
Sivia menyenggol lenganku pelan, dan
membuatku sedikit kesal karena kertas yang sedang ku gunting terpaksa
melenceng.
“Gue tau,”
“Lo ngomong gih ke dia,”
“Ngomong apaan?”
Gue menghentikan aksi gunting kertas
yang sudah dari tadi gue lakukan. Karena percuma saja, gue nggak jago
gunting-menggunting. Yang ada juga malah hasilnya amburadul melenceng nggak
karuan. Gue menatap Sivia, mengisyaratkan sebuah tanya yang langsung muncul
dari pikiranku.
“Ya ajak ngobrol kek, biar makin
akrab,”
Sivia menjawab dengan enteng. Kini
ia sudah berkonsentrasi pada kerjaannya. Kami terus mengobrol sambil
bekerja–mengerjakan sesuatu maksudnya. Bahkan kami pun hanya sesekali saling
berpandangan, kemudian kembali fokus pada sesuatu yang sedang kami kerjakan
tadi.
“Harus gitu ya?”
Gue bingung. Memang kalau bisa cepat
akrab tuh kudu sering-sering ngobrol ya? Dan kudu gue gitu yang ngajak ngobrol
duluan? Garing banget deh. Kalau gue sih ya biar aja, kalau ada momen ngobrol
ntar juga pasti bisa ngobrol sendiri, tanpa harus cari topik obrolan dulu.
Tanpa harus direncanakan, dan tanpa ada kesadaran sebelumnya. Kalau ngobrol sih
ya ngobrol aja, spontan, dan itu biasanya bisa bertahan lama. Karena obrolan
itu sendiri pun nggak sadar sudah sejauh mana yang diobrolkan. Tanpa topik
sebelumnya, mengalir begitu saja.
Radioactive (2)
Bab Dua
GABRIEL POV
Sivia
pasti nggak bisa mengontrol matanya kalau udah liat boneka-boneka disini. Ya,
tuh cewek memang benar-benar maniak boneka. Dia punya bermacam-macam boneka di
rumah dan di kamarnya. Beda banget sama Ify. Dia malah ogah-ogahan waktu gue
ajak hunting boneka buat Sivia. Ify memang nggak seperti cewek-cewek kebanyakan
yang pecinta boneka, gila shopping, fashion, jalan-jalan ke mall, dan sejuta
hal konyol lainnya yang sudah menjadi tabiat para cewek-cewek itu. Ify terkesan
simple. Dan karena itu juga gue menikmati bisa punya sohib cewek seperti dia.
“Kalo lo yang cewek aja nggak
ngerti, gimana gue Fy?”
“Terakhir gue punya boneka pas masih
SD Yel, itu pun juga kado ultah. Sebenernya lo salah kalo ngajak gue hunting
kado buat Sivia di tempat ini,”
Gue melengos. Sudah hampir satu jam
kami di toko ini. Dan benar-benar stuck karena antara gue atau pun Ify, kami
sama sekali nggak mengerti tentang boneka yang bagus, cute, imut, cantik, awet,
rapi, lucu, keren, unyu, itu seperti apa. Mungkin lebih baik gue ajak Sivia
kesini dan membiarkan cewek itu memilih sendiri boneka mana yang dia sukai.
Walaupun seratus persen gue yakin kalau Sivia bakal nunjuk semua boneka yang
ada disini.
“Lo telpon Sivia gih, tanya ke dia
pengennya di kado boneka yang seperti apa,”
“Tadinya juga niatan gue begitu Fy,
cuma gue sengaja nggak ngomong ke elo, ntar lo kira gue bego,”
“Lo ngomong begitu tadi aja udah
ngebuktiin kalo lo bego Yel,”
“Gue bego juga karna elo kan,” gue
melengos.
Ify masih berjalan mondar-mandir
mengitari rak-rak boneka yang tertata rapi disana. Sesekali dia memungut
boneka, lalu meletakkannya kembali. Kemudian ia meraih boneka yang lain, lalu
kembali meletakkannya. Begitu terus hingga berkali-kali. Bahkan disaat gue
menoleh ke arah mbak-mbak yang juga lagi hunting boneka, mbak-mbak itu tadi
curi-curi pandang ke arah kami. Sambil sesekali ia menahan tawanya. Pasti tawa
mengejek kami. Ya, silahkan saja. Gue ataupun Ify, mungkin memang perlu diejek.
Kami benar-benar seperti orang bodoh disini.
Subscribe to:
Posts (Atom)